SEJARAH TAMANSISWA

Taman Siswa didirikan pada 3 Juli 1922 oleh Ki Hajar Dewantara di Yogyakarta sebagai respons terhadap kebutuhan pendidikan yang merdeka dan berorientasi pada nilai-nilai kebudayaan Indonesia. Berikut adalah ringkasan sejarah Taman Siswa:

Latar Belakang Pendirian: Pada awal abad ke-20, Indonesia berada di bawah penjajahan Belanda, yang menerapkan sistem pendidikan yang diskriminatif. Banyak rakyat Indonesia, terutama rakyat biasa, tidak mendapatkan akses pendidikan yang memadai. Ki Hajar Dewantara, yang saat itu sudah dikenal sebagai tokoh pergerakan, merasa perlu untuk memperjuangkan pendidikan bagi semua lapisan masyarakat.

Visi Ki Hajar Dewantara: Ki Hajar Dewantara ingin menciptakan sistem pendidikan yang berakar pada budaya Indonesia dan mencakup pendidikan karakter. Ia percaya bahwa pendidikan yang baik dapat membebaskan rakyat dari ketertindasan dan membangun kesadaran nasional.

Prinsip Pendidikan: Taman Siswa mengusung prinsip "Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani," yang berarti "Di depan memberi contoh, di tengah membangun semangat, di belakang memberi dorongan." Prinsip ini mencerminkan pendekatan pendidikan yang humanis, di mana guru berfungsi sebagai pembimbing dan motivator.

Perkembangan Taman Siswa: Sejak didirikan, Taman Siswa mengalami perkembangan yang pesat. Sekolah-sekolah cabang didirikan di berbagai daerah di Indonesia, memberikan akses pendidikan bagi anak-anak dari berbagai latar belakang. Taman Siswa juga menjadi wadah bagi pengembangan seni dan budaya.

Tamansiswa sampai Nusa Tenggara Timur di Kabapaten Sumba Barat Daya pada Tahun 2012 dan berkembang pesat, hingga sekarang. Tamansiswa Cabang Kodi Bukambero membuka Taman Muda, Taman Dewasa, Taman Madya.

Pengaruh Taman Siswa: Taman Siswa tidak hanya berkontribusi dalam bidang pendidikan, tetapi juga dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Banyak lulusan Taman Siswa yang menjadi tokoh penting dalam gerakan kemerdekaan, berperan aktif dalam membangun bangsa.

Legacy dan Relevansi Saat Ini: Hingga kini, Taman Siswa tetap berkomitmen untuk menyediakan pendidikan berkualitas yang berakar pada budaya dan nilai-nilai lokal. Dengan semangat Ki Hajar Dewantara, Taman Siswa terus berupaya menghasilkan generasi yang cerdas, mandiri, dan berkarakter.

Sejarah Taman Siswa adalah cerminan perjuangan Ki Hajar Dewantara dalam menciptakan pendidikan yang merdeka dan berkeadilan. Mari kita hargai warisan ini dan teruskan semangatnya dalam pendidikan kita hari ini!

MINILIKI KONSEP MERDEKA BELAJAR MENURUT KI HAJAR DEWANTARA

Ki Hajar Dewantara memang tersohor sebagai pahlawan pendidikan Indonesia, bahkan ia mendapat julukan sebagai Bapak Pendidikan. Melalui buah pemikirannya, Ki Hajar Dewantara berpendapat jika pendidikan adalah serangkaian proses untuk memanusiakan manusia.

Konsep pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara didasarkan pada asas kemerdekaan, memiliki arti bahwa manusia diberi kebebasan dari Tuhan yang Maha Esa untuk mengatur kehidupannya dengan tetap sejalan dengan aturan yang ada di masyarakat. Maka dari hal itu, diharapkan seorang peserta didik harus memiliki jiwa merdeka dalam artian merdeka secara lahir dan batin serta tenaganya.

Jiwa yang merdeka sangat diperlukan sepanjang zaman agar bangsa Indonesia tidak didikte oleh negara lain. Ki Hadjar Dewantara memiliki istilah sistem among, yakni melarang adanya hukuman dan paksaan kepada anak didik karena akan mematikan jiwa merdeka serta mematikan kreativitasnya.

Melihat berbagai hal tersebut tentunya sesuai dengan program pendidikan yang diusung Indonesia saat ini, yakni sebuah program kebijakan Merdeka Belajar. Merdeka Belajar adalah program kebijakan baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim.

Esensi kemerdekaan berpikir harus didahului oleh para guru sebelum mereka mengajarkannya pada siswa-siswi. Merdeka Belajar diharapkan dapat memperbaiki proses belajar mengajar agar dapat berdampak baik dalam aspek kehidupan. Mulai dari aspek fisik, mental, jasmani dan rohani dalam dunia pendidikan.

Pemikiran Ki Hajar Dewantara perihal merdeka belajar selaras pula dengan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terkait mencerdaskan bangsa. Mencerdaskan bangsa bukan berarti mencerdaskan individu, namun menyesuaikan sistem pendidikan dengan kebutuhan hidup dan penghidupan rakyat Indonesia.

Kemerdekaan merupakan salah satu yang bisa menggambarkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Terdapat satu hal dalam pemikiran Ki Hajar Dewantara yang harus digaris bawahi, yaitu tentang trisentris pendidikan. Trikonsentris pendidikan, yakni keluarga, perguruan, dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang utuh dalam pendidikan.

Berdasarkan buah pemikirannya, Ki Hajar Dewantara sangat berjasa dalam kemajuan pendidikan dan pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia. Kita sebagai generasi muda harus bisa menghormati dan menghargai jasa dari perjuangan beliau. Lebih penting lagi, bisa meneladani, mempunyai cita-cita, dan semangat untuk belajar dalam membawa Indonesia lebih baik.

Mengingat momentum Hari Pendidikan Nasional, diharapkan semua pihak dalam institusi pendidikan dapat bersinergi dalam memberikan lingkungan yang sehat dan merdeka terkait proses belajar mengajar di Indonesia.

“Maksud pengajaran dan pendidikan yang berguna untuk kehidupan bersama adalah memerdekakan manusia sebagai anggota persatuan (rakyat)” – Ki Hajar Dewantara

====================================================================================

Sumber : https://ditsmp.kemdikbud.go.id/ragam-informasi/article/menilik-konsep-merdeka-belajar-menurut-ki-hajar-dewantara  

 

 

Sejarah Singkat Kehidupan Ki Hajar Dewantara

Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (1889-1959), yang kemudian dikenal sejak 1923 menjadi Ki Hadjar Dewantara, EYD: Ki Hajar Dewantara, lahir di Yogyakarta pada 2 Mei 1889. Beliau merupakan cucu dari Sri Paku Alam III dan putra dari GPH Soerjaningrat, seorang bupati di Pakualaman. Ki Hajar Dewantara adalah seorang bangsawan Jawa, aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, guru bangsa, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia.

Ki Hajar Dewantara merupakan salah satu tokoh pergerakan nasional Indonesia yang memiliki peran penting dalam bidang pendidikan. Sejak kecil, Ki Hajar Dewantara sudah menunjukkan minat yang besar terhadap dunia pendidikan dan kebudayaan. Beliau dikenal sebagai pendiri Taman Siswa, sebuah organisasi pendidikan yang didirikan pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta.

Peninggalan pemikiran mengenai pendidikan dan warisan Taman Siswa sebagai konsep pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan bangsa Indonesia. Menjadikan Ki Hajar Dewantara menyandang gelar sebagai bapak pendidikan nasional. Di Indonesia, kita tahu peringatan Hari Pendidikan Nasional, setiap 2 Mei berdasar pada hari kelahiran dari sosok Ki Hajar Dewantara yang kita muliakan, sebagai bentuk mengingatkan kepada bangsa Indonesia arah dan pikiran-pikiran pendidikan yang sesuai dengan masyarakat dan karakter bangsa Indonesia.

Pemikiran Ki Hajar Dewantara dan Pendirian Taman Siswa

Ki Hajar Dewantara, yang lahir dalam lingkungan bangsawan Jawa memiliki keresahan yang besar dalam masalah pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan. Hak terhadap pendidikan yang dibatasi oleh pemerintah kolonial Belanda, menjadi keresahan Ki Hajar Dewantara, sebagai kaum terdidik yang beruntung mendapatkan akses terhadap pendidikan di HBS Yogyakarta.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di HBS Yogyakarta, Ki Hajar bekerja sebagai jurnalis dan redaktur di beberapa surat kabar, seperti De Express, Utusan Hindia, dan Kaoem Moeda. Di surat kabar tersebut, Soewardi aktif menulis artikel-artikel yang kritis terhadap pemerintah Hindia Belanda.

Pada tahun 1913, Ki Hajar diasingkan ke Belanda karena tulisannya yang berjudul “Als ik eens Nederlander was” (“Seandainya Aku Seorang Belanda”). Di Belanda, Soewardi aktif dalam organisasi pergerakan nasional, seperti Perhimpunan Indonesia.

Ki Hajar Dewantara memiliki pemikiran yang progresif tentang pendidikan. Beliau percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk mencapai kemerdekaan bangsa Indonesia. Beliau mengkritik sistem pendidikan kolonial Belanda yang tidak berpihak kepada rakyat Indonesia.

Sekembalinya dari pengasingan, Ki Hajar Dewantara mendedikasikan dirinya untuk dunia pendidikan. Beliau melihat bahwa sistem pendidikan kolonial Belanda tidak berpihak kepada rakyat Indonesia. Oleh karena itu, pada tahun 1922, Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa sebagai bentuk perlawanan terhadap sistem pendidikan kolonial Belanda. Taman Siswa bertujuan untuk:

1.   Memberikan pendidikan yang berpusat pada anak (Tut Wuri Handayani)

2.   Membangun karakter dan kemandirian bangsa Indonesia

3.   Melestarikan budaya dan bahasa Indonesia

Taman Siswa berkembang pesat dan menjadi salah satu organisasi pendidikan ternama di Indonesia. Pada masa penjajahan Jepang, Taman Siswa sempat ditutup, namun kembali aktif setelah kemerdekaan Indonesia. Setelah kemerdekaan Indonesia, Ki Hajar Dewantara aktif dalam merumuskan sistem pendidikan nasional. Beliau juga menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pertama Republik Indonesia.

Warisan Ki Hajar Dewantara Sampai Pada Saat Ini: Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka

Ki Hajar Dewantara wafat pada 26 April 1959. Beliau meninggalkan warisan yang luar biasa bagi dunia pendidikan Indonesia, di antaranya:

1. Filosofi pendidikan Taman Siswa yang menekankan pada kodrat alam, kemerdekaan belajar, dan kebudayaan

2. Semboyan Taman Siswa “Tut Wuri Handayani”, yang berarti “di belakang memberi dorongan dan di depan memberi contoh”

3.   Banyak sekolah Taman Siswa yang tersebar di seluruh Indonesia

 

Konsep pendidikan Taman Siswa berlandaskan pada filosofi “Tut Wuri Handayani”, yang berarti “di belakang memberi dorongan dan di depan memberi contoh”. Pendidikan Taman Siswa menekankan pada:

1.   Kodrat alam anak

2.   Kemerdekaan belajar

3.   Kebudayaan

Konsep pendidikan Taman Siswa menjadi role model dalam pendidikan Indonesia saat ini. Konsep Merdeka Belajar yang digaungkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim disambut dan diapresiasi oleh berbagai kalangan, karena sangat relevan dengan apa yang menjadi cita-cita dari Ki Hajar dalam pendidikan Taman Siswa.

Dalam konsep kemerdekaan belajar, termuat filosofi kemandirian, kata itu adalah kunci pada konsep Merdeka Belajar. Konsep Merdeka Belajar yang beranjak dari filosofi Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara. Konsep Merdeka Belajar, filosofinya, anchor-nya filosofi Ki Hajar Dewantara yaitu; Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani. Perasan dari filosofi ini yaitu untuk menciptakan kemerdekaan belajar murid-murid yang mandiri dan inklusif memberikan kesempatan untuk semua peserta didik.

 

Taman Siswa: Sejarah, Prinsip, dan Peran dalam Pendidikan dan Kemerdekaan Indonesia

Taman Siswa adalah sebuah organisasi pendidikan yang didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Nama Taman Siswa berarti tempat bermain atau tempat belajar bagi murid. Taman Siswa merupakan bentuk perlawanan terhadap sistem pendidikan kolonial Belanda yang diskriminatif dan tidak menghargai kebudayaan pribumi. Taman Siswa juga merupakan sarana untuk menumbuhkan semangat nasionalisme dan kemerdekaan di kalangan masyarakat Indonesia.

Latar Belakang Pendirian Taman Siswa

Pada awal abad ke-20, pemerintah kolonial Belanda menerapkan Politik Etis, yang salah satunya berisi janji untuk meningkatkan kesejahteraan dan pendidikan bagi pribumi. Namun, dalam kenyataannya, sistem pendidikan yang diberikan oleh Belanda masih sangat tidak adil dan bermaksud untuk menjaga status quo kolonial. Pendidikan bagi pribumi dibedakan berdasarkan tingkat sosial dan rasial. Rakyat jelata hanya diberikan pendidikan dasar yang tidak memadai, sedangkan kaum priyayi dan bangsawan Eropa diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan tinggi, bahkan sampai ke Eropa.

Ki Hadjar Dewantara, yang merupakan seorang jurnalis, aktivis, dan tokoh pergerakan nasional, merasa geram dengan kondisi ini. Ia melihat bahwa pendidikan kolonial tidak hanya mengeksploitasi sumber daya alam dan manusia Indonesia, tetapi juga merusak jiwa dan identitas bangsa. Ia berpendapat bahwa pendidikan haruslah bersifat merdeka, yaitu bebas dari pengaruh asing dan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan bangsa sendiri. Ia juga mengkritik bahwa pendidikan kolonial tidak menghormati kebudayaan dan bahasa pribumi, melainkan menganggapnya sebagai hal yang rendah dan primitif.

Oleh karena itu, Ki Hadjar Dewantara memutuskan untuk mendirikan sebuah organisasi pendidikan alternatif yang bernama Taman Siswa. Nama ini dipilih karena ia ingin menciptakan sebuah tempat di mana para siswa dapat belajar dengan gembira, bebas, dan kreatif, tanpa tekanan atau paksaan dari pihak luar. Ia juga ingin mengembalikan nilai-nilai kebudayaan dan bahasa pribumi yang telah terabaikan oleh pendidikan kolonial. Ia berharap bahwa melalui Taman Siswa, ia dapat membentuk generasi muda Indonesia yang cerdas, mandiri, dan berjiwa merdeka.

Prinsip-prinsip Pendidikan Taman Siswa

Taman Siswa memiliki prinsip-prinsip pendidikan yang berbeda dari pendidikan kolonial. Prinsip-prinsip ini di antaranya adalah:

  • Suci Tata Ngesti Tunggal, yaitu prinsip bahwa setiap manusia memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan tanpa membedakan ras, agama, golongan, atau jenis kelamin.
  • Patrap Triloka, yaitu prinsip tentang peran seorang guru dalam mendidik siswa. Patrap Triloka terdiri dari tiga unsur, yaitu:
    • Ing ngarsa sung tulada, artinya seorang guru harus memberi teladan yang baik kepada siswa dengan perilaku dan sikapnya.
    • Ing madya mangun karsa, artinya seorang guru harus membangun kemauan atau inisiatif siswa dengan memberi kesempatan untuk berpikir dan bertindak secara mandiri.
    • Tut wuri handayani, artinya seorang guru harus mendukung siswa dari belakang dengan memberi bimbingan dan motivasi yang positif.
  • Tri Sentra Pendidikan, yaitu prinsip tentang tiga pusat pendidikan yang saling berkaitan dan berpengaruh satu sama lain. Tri Sentra Pendidikan terdiri dari:
    • Sentra Keluarga, yaitu pusat pendidikan pertama dan utama bagi setiap individu. Di sini, seorang anak mendapatkan pengajaran dasar tentang moral, etika, dan keterampilan hidup dari orang tua dan anggota keluarga lainnya.
    • Sentra Sekolah, yaitu pusat pendidikan kedua yang melengkapi dan mengembangkan pendidikan keluarga. Di sini, seorang anak mendapatkan pengajaran formal tentang ilmu pengetahuan, seni, dan budaya dari guru dan teman sebaya.
    • Sentra Masyarakat, yaitu pusat pendidikan ketiga yang memberi kesempatan bagi individu untuk berinteraksi dan berkontribusi dalam lingkungan sosial. Di sini, seorang anak mendapatkan pengalaman praktis tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Perkembangan dan Pengaruh Taman Siswa

Taman Siswa berkembang dengan pesat sejak didirikan. Pada tahun 1926, Taman Siswa sudah memiliki 12 cabang di berbagai kota di Jawa. Pada tahun 1932, jumlah cabangnya bertambah menjadi 60, yang tersebar di seluruh Indonesia. Taman Siswa juga memiliki berbagai macam unit kegiatan, seperti kesenian, olahraga, pramuka, koperasi, pertanian, perkebunan, dan lain-lain. Taman Siswa juga menerbitkan majalah bernama Wasita, yang berisi tentang berbagai hal yang berkaitan dengan pendidikan dan kebudayaan.

Taman Siswa memiliki pengaruh yang besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Banyak tokoh pergerakan nasional yang berasal dari Taman Siswa, seperti Sutomo, Mohammad Hatta, Soekarno, Mohammad Roem, Soepomo, dan lain-lain. Taman Siswa juga menjadi salah satu organisasi pendidikan yang mendukung Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Taman Siswa juga berperan aktif dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari agresi Belanda dan Jepang.

Taman Siswa masih eksis hingga saat ini. Taman Siswa memiliki lebih dari 100 sekolah cabang di seluruh Indonesia. Taman Siswa juga memiliki yayasan yang bernama Yayasan Ibu Pawiyatan (Majelis Luhur), yang berpusat di Jalan Taman Siswa, Yogyakarta. Taman Siswa tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip pendidikan yang diajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara. Taman Siswa juga terus berupaya untuk mengembangkan pendidikan yang berkualitas dan relevan dengan zaman.

Kesimpulan

Taman Siswa adalah sebuah organisasi pendidikan alternatif yang didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara pada tahun 1922 di Yogyakarta. Taman Siswa merupakan bentuk perlawanan terhadap sistem pendidikan kolonial Belanda yang tidak adil dan tidak menghargai kebudayaan pribumi. Taman Siswa juga merupakan sarana untuk menumbuhkan semangat nasionalisme dan kemerdekaan di kalangan masyarakat Indonesia. Taman Siswa memiliki prinsip-prinsip pendidikan yang berbeda dari pendidikan kolonial, yaitu Suci Tata Ngesti Tunggal, Patrap Triloka, dan Tri Sentra Pendidikan. Taman Siswa berkembang dengan pesat dan memiliki pengaruh yang besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Taman Siswa masih eksis hingga saat ini dan terus berupaya untuk mengembangkan pendidikan yang berkualitas dan relevan dengan zaman.

Sumber:
(1) Sekolah Taman Siswa – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. https://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_Taman_Siswa.
(2) Sejarah Taman Siswa: Pendirian dan Ajarannya – Kompas.com. https://www.kompas.com/skola/read/2020/12/21/173543969/sejarah-taman-siswa-pendirian-dan-ajarannya.
(3) Mengenal Pendidikan Taman Siswa, Warisan Perjuangan Ki Hajar … – detikcom. https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5850716/mengenal-pendidikan-taman-siswa-warisan-perjuangan-ki-hajar-dewantara.